Walhi Nasional: KRONOLOGI 1 ABAD KONFLIK AGRARIA Warga PAKEL, BANYUWANGI 1925-2021

- 17 Juni 2021, 11:10 WIB
/

SUARA HALMAHERA - Perjuangan Warga Pakel Banyuwangi dalam mempertahankan ruang hidupnya hingga kini terus berujung pada kriminalisasi warga.

Sebagaimana dilansir dari Instagram Walhi Nasional, bahwa segala usaha perjuangan yang telah dilakukan Warga Pakel itu terus berbuah teror.

Tanaman yang siap dipanen dan pondok-pondok yang dibangun dengan susah payah dan bermandikan keringat itu mulai dirusak dan dibabat oleh sekelompok orang.

Ini kronologis perjuangan panjang Warga Pekel sebagaimana dikutip dari Walhi Jatim.

1. Pada tahun 1925, sekitar 2956 orang warga yang diwakili oleh tujuh orang leluhur kami, yakni: Doelgani, Karso, Senen, Ngalimun, Martosengari, Radjie Samsi, dan Etek, mengajukan permohonan pembukaan hutan Sengkan Kandang dan Keseran, yang terletak di Pakel, Licin, Banyuwangi kepada pemerintah kolonial Belanda.

2. Empat tahun kemudian, tanggal 11 Januari 1929, permohonan Doelgani dkk tersebut dikabulkan. Doelgani dkk diberikan hak membuka lahan kawasan hutan seluas 4000 Bahu (3000 hektar) oleh Bupati Banyuwangi, R.A.A.M. Notohadi Suryo. Setelahnya, Doelgani dkk mulai membabat kawasan hutan tersebut, kurang lebih 300 Bahu selama 3 bulan pasca terbitnya ijin.1

3. Dalam perjalanannya, walaupun telah mengantongi ijin “Akta 1929”, kegiatan pembukaan hutan dan bercocok tanam yang dilakukan oleh Doelgani, dkk kerap menghadapi berbagai intimidasi dan tindakan kekerasan dari oknum tertentu yang berasal dari pihak pemerintah kolonial Belanda dan Jepang. Namun, demi sekedar menyambung pangan rumah tangga, Doelgani dkk terus mengusahai lahan dan bercocok tanam di lahan “Akta 1929” tersebut.

4. Di awal kemerdekaan Republik Indonesia, dengan segala keterbatasan dan keterpurukan, imbas dari perang kemerdekaan yang begitu dahsyat, Doelgani dkk mencoba mengurus alas hak “baru” atas hak pembukaan hutan seperti yang tertuang dalam “Akta 1929” kepada pemerintah Republik Indonesia, melalui Bupati Banyuwangi.

5. Sembari menunggu terbitnya alas hak baru yang tak kunjung datang hingga tahun 1960-an, Doelgani dkk tetap bercocok tanam di lahan “Akta 1929”. Namun, tanpa pernah terduga pada akhir September tahun 1965 meletus sebuah peristiwa tragedi kemanusiaan, yang telah mengubah banyak hal di seluruh pelosok negeri, termasuk di Banyuwangi.

Halaman:

Editor: Firmansyah Usman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x