Warga Gane Menolak Provinsi Halmahera Raya, Mubes Fagogoru Syarat Kepentingan Elit

12 Oktober 2023, 15:55 WIB
Mubes Fagogoru ke V /Suara Halmahera/

SUARA HALMAHERA - Musyarawah Besar (Mubes) Fagogoru ke V yang melibatkan wilayah Gane pada tanggal 6-8 Oktober lalu tuai polemik dikalangan warga dan terutama anak muda Gane Timur sampai Gane Barat. 

Pasalnya, selain melibatkan wilayah Gane dalam Mubes Fagogoru ke V juga memasukkan Gane sebagai bagian dari pemekaran Provinsi Halmahera Raya.

Adapun mereka yang terlibat hanya sebagian kecil rumpun Fagogoru di Gane saja dalam Musyawarah Besar Fagogoru tersebut. Sedang mayoritas masyarakat Gane tidak terlibat.

Baca Juga: 7 Fakta Tambang Emas Ribuan Hektar di Maluku Utara, Nomor 5 Buat Merinding

Berikut ini hasil wawancara Suara Halmahera dengan berbagai anak muda Gane Timur dan Gane Barat, Rabu 12 Oktober 2023.

"Tidak jadi persolan kalau kita masyarakat Gane Timur dan Gane Barat. Ngopi-ngopi lalu bercerita tentang pemekaran Provinsi Halmahera Raya. Namun ada dua hal yang berbeda. Pertama kalau Gane masuk terlibat mendukung Provinsi Halmahera Raya, akan menjadi Kabupaten yang dimekarkan. Kedua kalau bertahan di Halmahera Selatan maka Gane tinggal memindahkan Kabupaten ke Gane. Terkait maklumat Fagogoru terlihat tidak punya landasan teori. Kalau dalam pandangan kelas, isi maklumat tersebut syarat dengan transaksi kapital, bahkan tak ada landasan teori tata negara. Minoritas yang terlibat dan setuju maklumat Fagogoru itu hanya mengekor dan tak pernah memikirkan konsep berdikari bagi Gane. Namun bagi saya Pemekaran Provinsi itu adalah hal yang maju. Namun bagi kami Gane secara historis, secara suku benar bahwa Maffa, Kebun Raja dan Foya adalah suku Sawai. Namun torang bukan bagian dari Fagogoru. Kalau dibuka lebih dalam sejarahnya kami adalah bagian dari bangsa Aostronesia, kami ini adalah rumpun lima negeri yang bekerja sama dengan kesultanan Ternate. Jadi saya secara pribadi menolak bergabung dengan Provinsi Halmahera Raya. Saya memilih bertahan di Halmahera Selatan dan berjuang untuk pemindahan ibu kota Halmahera Selatan ke Gane," kata Sofyan Hidayat, Magister Ilmu Hukum Yogyakarta itu dalam wawancaranya.

Asrul Lamunu, perwakilan kaum muda Kebun Raja, juga mengutarakan kegelisahannya:

"Berangkat dari polimik keterlibatan beberapa orang (kelompok kecil) dari Desa Maffa, Foya, Matuting dan Wosi yang hadir pada Musyawarah Besar (Mubes) ke–V Fagogoru di Dhuafa Center, Kota Ternate Maluku Utara (Malut) menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat Gane (Gane Timur, Gane Barat dan Kep Jouronga) meliputi 62 Desa."

"Sangatlah ironis kehadiran segelintir orang pada hajat Mubes Fagogoru di Kota Ternate apakah diutus atau mengutuskan diri?" Sambung Asrul Lamunu.

Menurutnya lagi, bahwa Musyawarah Besar (Mubes) Fagogoru ke–V selain sebagai ajang memperkuat hubungan silaturrahmi antara suku bangsa Sawai (Gam Range), juga terindikasi kuat melakukan manuver politik lokal dan nasional dengan memaklumatkan pemekaran Provinsi Halmahera Raya oleh bangsa Fagogoru.

"Dalam Maklumat Bangsa Fagogoru pada pasal ke–3 yang tertera di point ke–5 ialah Pembentukan Calon Ibu Kota Kabupaten Gane Raya di Gane, maklumat ini tersebar luas grup-grup Whasaap, Facebook dll," ungkapnya.

Ia menjelaskan, bahwa Maklumat ini tentunya lahir dan digodok pada saat Mubes Fagogoru yang juga ada keterwakilan dari Gane (Maffa, Foya, Wosi dan Matuting) apakah pasal ke 3 pada poin ke 5 Maklumat ini lahir dari konsep/usulan orang Gane atau lahir atas arogansi monopoli politik bangsa Fagogoru terhadap Jazirah Lima Negeri (Gane).

Jazirah Gane (Malo Plim/Gam Romtoha/Lima Negeri) yang berada paling ujung bagian selatan Pulau Halmahera secara kultural meliputi ragam suku-bangsa, etnis dan agama. Khasanah inilah yang menjadikan Gane sebagai wilayah multikultural yang sudah tentu terpisah dari bangsa Fagogoru kalau ditilik dari aspek cultural historis.

Perlu penelusuran mendalam untuk mengilhami sebuah penekanan bahwa Gam Range (Pnu Pitel) dan Gam Romtoha (Malo Plim) berkolaborasi secara geopolitik baik di masa lampau bahkan di masa sekarang.

Sepertinya secara geopolitik Gam Range dan Gam Romtoha tidaklah memiliki kesamaan sajarah yang kuat dan terikat dalam satu rumpun kesepakatan. Wilayah-wilayah ini dibatasi oleh ruang bergolakan kekuatan antara Kerajaan Ternate dan Tidore di masa lalu. Jauh dari itu, sebelumnya Gane atau Jazirah Malo Plim adalah negeri merdeka yang kemudian hari membuka jalur kerja sama bilateral dengan Kesultanan Ternate.

"Batas-batas wilayah antara ke dua daerah (Gam Range—Gam Romtoha) jelas secara historis cultural, maka sudah pasti tidak ada alasan kuta jazirah Malo Plim (Gane) memiliki satu pandangan yang sama dalam kepentingan politik apalagi yang berkaitan dengan wilayah,"" jelas Asril

Maklumat Bangsa Fagogoru yang dituangkan dalam pasal 3 pada poin ke–5 bukanlah atas kehendak orang Gane (Gane Timur, Gane Barat dan Kepulauan Jouronga) secara kolektif.

Kolektivitas paradigma orang Gane tidak bermuara pada kepentingan calon pemekaran ibu kota Gane Raya di Gane. Yang jelas Gane tetap dimekarkan (pemindahan) ibu kota Halmahera Selatan di Pulau Bacan digeser ke Jazirah Gane di tanah Halmahera.

Rekonstruksi paradigma dan manuver Maklumat Bangsa Fagogoru dengan melibatkan Gane adalah sebuah "kesalahan" besar. Kehadiran delegasi Gane bukanlah representasi dari bangsa Malo Plim melainkan atas kehendak sendiri tanpa bermusyawarah dengan tokoh–tokoh dan para tetua di Jazirah Gane.

Catatan ini bagian dari Risalah Lima Negeri yang direkonstruksi untuk tetap komitmen dalam menjaga ruang historis cultural agar tidak dibenturkan oleh kepentingan-kepentingan menghadapi momentum politik. 

Gane dan rakyatnya tidak ingin dijadikan komoditas dalam pusaran kepentingan elit dan kelompok tertentu. Secara moril masyarakat Gane memberikan apresiasi atas terselenggaranya Musyawarah Besar (Mubes) Fagogoru ke–V lahir dengan bijak mempersatukan, memperkuat hubungan cultural dan akan menepis kondisi sosial ekonomi di wilayah Halmahera Tengah dan Halmahera Timur.

Ada juga Acil yang merupakan perwakilan Mahasiswa Maffa dan Kebun Raja ikut berkomentar.

"Ia mengatakan, maklumat bangsa Fagogoru yang turut menyertakan pemekaran Kabupaten Gane Raya dibawa naungan provinsi Halmahera Raya nanti adalah bagian dari keuntungan segelintir elit politik yang sangat tidak demokratis. Lahkan secara internal Gane masi terjadi kontradiksi dan tidak ada pembicaraan soal ini meskipun sudah jauh-jauh hari isu pemekaran kabupaten Gane Raya itu sudah didengungkan tapikan dalam ruang lingkup yang berbeda. Masa tiba-tiba sudah main masuk di ruang lingkup yang lain. Secara geopolitik, ini jelas bukan murni kepentingan masyarakat. Ditambah lagi dengan alasan Wilayah PSN (Proyek Strategis Nasional) yang jelas-jelas ini politik transaksi yang memperluas gerbang bagi investor untuk mengeruk habis SDA di Halmahera dan khususnya wilayah Gane."

"Jadi, kita mesti berani untuk berkata tidak pada segala bentuk hal yang nantinya menyengsarakan hajat hidup orang banyak. Malangnya musuh kami sebagai generasi muda Gane adalah orang tua-tua kami sendiri."

Husen yang juga perwakilan kaum muda dari Desa Foya juga menuturkan begini.

"Sebagai pemuda gane merasa tidak tepat Kalaupun Gane dirangkul sebagai wilayah yang masukan pembentukan provinsi Halmahera raya, kerna bagi saya ada hal yg paling urjen yang harus di sikap dari hasil musyawarah Fagogoru, yakni masalah lingkungan, pendidikan, perampasan rungan hidup, sosial budaya, itu yang harus di bijaki, terlalu berlebihan dikalau digaungkan provinsi Halmahera raya sebagai kunci kesejahteraan rakyat, kita ketahui bersama bahwa permasalahan lingkungan marak terjadi di Halteng, perampasan rungan hidup di Haltim dll, ini yang harus di dorong oleh para bangsa Fagogoru."

"Sebagai pemuda gane juga merasa ada kekeliruan dan distorsi sejarah, oleh para senior- senior Gane timur, yang mengikuti sertakan serta mendeklarasikan bahwa gane timur ada bagian dari bangsa Fagogoru, kita ketahui bersama bahwa Fagogoru itu, di kenal dengan tiga wilayah, yakni Weda, Patani (Halteng)dan Maba (Haltim) tidak bangsa lain, apalagi Gane, kerna Gane pada catatan sejarah itu di kenal dengan bangsa lima negeri, buka. Tiga negeri. Prinsip kami menolak Gane dicaplok sebagai bagian dari Fagogoru dan dirangkul sebagai provinsi Halmahera raya."

Anak muda yang bernama Sefnat Tagaku asal Desa Lalubi turut memberikan sikapnya. 

"Kalau sya, prinsipnya bahwa Fagogoru tidak ada kaitan dengan jazirah Gane. Kami tidak mengganggu kegiatan Fagogoru, tapi jangan bawah-bawah daerah orang."

"Terlepas dari itu, sebagai orang Gane, saya juga menggumuli akan pindahnya ibu kota Kabupaten Halsel dan Bacan menjadi kotamadya. Tapi bukan pemekaran."

Ikram, mahasiswa Gane Barat Desa Dolik ini pun juga terut mempertegas sikapnya.

"Saya tidak sepakat kalau pemekaran Gane Raya di bawa naungan provinsi Halmahera Raya. Karena nantinya Gane akan menjadi sasaran empuk pengerukan."

Terakhir Apin, pemuda asal Desa Wosi ini tak ketinggalan turut memberikan komentarnya.

"Secara politik itu adalah bentuk skematis menuju kepentingan momentum pada tahun 24, jadi hal demikian tidak mencerminkan DOB sebagai solusi Halmahera selatan khusus warga se-gane. Maka saya dab juga pasukan sangat tidak menerima bahwa perencanaan ini diusung dalam maklumat bangsa Fagogoru sebagai target politik."

"Sementara Historisnya kita Gane tidak punya sejarah konsensus dalam satu perjuangan dengan bagsa Fagogoru, kita Gane jug

a punya sejarah di Maluku Utara dalam hal ini adalah 5 negri."*** 

Editor: Firmansyah Usman

Tags

Terkini

Terpopuler