FSBPI: Buruh Berhak Upah Layak, Penetapan Upah Dari Pemerintah Menindas Kaum Buruh

- 18 November 2021, 20:51 WIB
Logo FSBPI
Logo FSBPI /foto FSBPI/

SUARA HALMAHERA-Kerja dan Upah

Untuk bertahan hidup, setiap manusia harus memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari makanan nutrisi, sandang, dan tempat tinggal, yang untuk mengaksesnya manusia mesti menukarkannya dengan sejumlah uang. Dalam perkembangannya, hanya segilintir manusia yang sanggup mengakses kebutuhan hidup dengan kualitas terbaik. Pun, kebutuhan hidup yang sebelumnya bisa diperoleh secara gratis dan murah diharuskan membayar seperti kebutuhan air, listrik dan kebutuhan publik lainnya yang kian mahal akibat diprivatisasi dan dijadikan lahan bisnis.


Tidak ada pilihan lain bagi manusia selain menjual tenaga kerjanya untuk mendapatkan sejumlah uang sebagai alat tukar mengakses kebutuhan hidup. Setiap hari, kita sebagai manusia menjual tenaga kerja, ada yang sejak matari terbit sudah berangkat ke tempat kerja, seperti restoran, tempat wisata, hotel, pabrik, jalanan (transportasi, delivery), rumah orang lain, rumah sendiri, Rumah Sakit dan banyak lagi. Dari menjual tenaga kerja, kita menerima sejumlah uang yang disebut sebagai upah atau gaji.

Sementara, sebagai penjual tenaga kerja kita disebut sebagai buruh. Orde Baru memberikan istilah lain seperti karyawan, pekerja, pegawai yang disematkan sesuai jenis pekerjaannya seolah berbeda kasta.

Baca Juga: Habis Dinasti Politik Terbitkah Neodinasti, Catatan Seputar 2024!


Dalam praktiknya, upah diatur sedemikian rupa sehingga setiap buruh menerima upah yang berbeda meski sama – sama bekerja selama 8 jam atau bahkan lebih. PRT (Pekerja Rumah Tangga), misalnya meski bekerja lebih dari 8 jam kerja, tapi hanya menerima 40% dari UMP, demikian halnya dengan buruh transportasi platform digital, atau buruh harian diwajarkan menerima upah harian yang besarannya di bawah UMP.

Padahal, setiap buruh sebagai manusia berhak memperoleh penghidupan layak bagi kemanusiaan. Pada prakteknya, upah buruh diatur sedemikian rupa supaya nilainya rendah dan makin rendah untuk sebagian buruh yang lain. Kerja buruh yang berlipat ganda tanpa kenal waktu dengan mengorbankan waktu bersama keluarga, dan pengembangan dirinya, hanya dihargai dengan upah yang rendah demi kelancaran bisnis yang tak pernah bisa dinikmati kaum buruh.


Dalam menentukan upah, negara memilih melihat buruh sabagai satu individu dan menolak mengakui tanggungan di belakangnya. Faktanya, satu buruh, bahkan bila masih single atau lajang, banyak yang masih menanggung kebutuhan anggota keluarga lainnya, seperti orang tua yang sudah tidak bisa masuk dalam pasar kerja, atau ponakan yang belum masuk ke dalam pasar kerja.

Baca Juga: The November Man, Cek di Jadwal TV Trans TV Hari Ini Kamis 18 November 2021

Halaman:

Editor: Ali Akbar Muhammad

Sumber: Dian Septi Trisnanti (Ketua FSBPI)


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x