Bila China Terus Usik Natuna, Indonesia Siapkan Langkah Jitu Nan Ajaib Buat Hancurkan Armada Laut Tiongkok

12 Juni 2022, 20:24 WIB
Armada kapal perang China /Zona Jakarta.com/21stcenturyasianarmsrace.files.wordpress.com

SUARA HALMAHERA – Konflik antara China dengan Indonesia soal Natuna Utara telah membuat hubungan kedua negara mengalami panas dingin.

Padahal sejatinya antara China dan Indonesia merupahkan dua negara yang saling membutuhkan terlepas konflik soal Natuna Utara.

Seperti dilihat dari segi ekonomi dimana China dan Indonesia saling bekerja sama.

Namun ketika berbicara tentang kedaulatan Jakarta engan untuk berkompromi dengan Beijing dengan alasan apapun.

Perdangangan antara China dan Indonesia mencapai nilai sebesar Rp 1.200 triliun yang sebetulnya Beijing bisa saja menggunakan hal tersebut untuk menekan Jakarta terkait konflik Natuna Utara.

Baca Juga: Pakar India Klaim Indonesia Bisa Pecundangi China Soal Natuna Utara, Ucapnya Mereka (Indonesia) Cerdik

Secara statistik perdagangan antara kedua negara tersebut merupahkan angka terbesar saat ini.

Nilai perdangan kedua negara yang begitu besar maka tidak pelak kerja sam ekonomi antara China dan Indonesia sepertinya akan tetap langgeng kedepannya.

Artikel yang sama sebelumnya pernah terbit dengan judul: Berani Usik Natuna, Indonesia Siap Mainkan Kartu As Buat Kapal Perang China Lumpuh Seketika

Kerja sama ini menekankan prinsip saling menguntungkan.

Adanya perdagangan bebas antara ASEAN dan China semakin mempermudah Indonesia dalam mengekspor komoditas ke negeri Tirai Bambu.

Indonesia bisa dengan cepat mengirim komoditasnya yang bahkan UMKM bisa mengekspor hasil produksinya ke China tanpa hambatan berarti.

Perdagangan bebas ASEAN dan China ini tertuang dalam ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)

"ACFTA merupakan kesepakatan antara negara negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para Pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China," jelas ftacenter.kemendag.go.id.

Meski demikian ada satu hal yang membuat Indonesia kalah dalam ACFTA.

Pasalnya dunia industri Indonesia jelas kalah dibanding milik China.

Baca Juga: Ayo Nonton Film Genre Wuxia Heroes, Dijamin Pasti bisa Obati Galau Akibat Kekalahan Timnas Indonesia

China benar-benar mempunyai basis industri sangat kuat sehingga mereka dengan cepat membuat dan mengekspor barang-barangnya membanjiri ASEAN.

Kecepatan produksi industri China paling sinting di dunia.

Kemudian untuk menjamin lancarnya pengiriman barang-barang ekspor, China membuat jalur Belt and Road Initiative (BRI) atau sebelumnya dikenal sebagai One Belt One Road (OBOR).

BRI menjadi titik paling krusial bagi perekonomian China saat ini.

"Belt and Road Initiative China merupakan salah satu kebijakan luar negeri dan ekonomi Pemerintah Tiongkok yang paling ambisius.

Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat pengaruh ekonomi Beijing melalui program yang luas dan menyeluruh dalam pembangunan infrastruktur di seluruh negara yang dilewati jalur tersebut," papar rusi.org.

Seperti diketahui bahwa ekspor adalah penyangga ekonomi terbesar China.

Tanpa adanya ekspor dipastikan China tak bisa jadi negara besar seperti sekarang.

Baca Juga: Alami Hasil Kurang Memuaskan, Posisi Pelatih Kepala Prancis Didier Deschamps Mulai Goyah dan Terancam dipecat

Tapi sialnya volume ekspor China semakin hari semakin berkurang.

Maka dari itu China mencari solusi lain untuk tetap mempertahankan perekonomiannya.

Berangkat dari sinilah klaim Nine Dash Line ada.

China menyasar sumber daya alam tak terbarui milik wilayah negara lain.

Hal itulah yang membuat negara-negara lain tak suka dengan klaim Nine Dash Line.

Termasuk Indonesia tentunya.

Cara China mengganggu Indonesia di Natuna Utara ialah melaksanakan Grey Zone Operation.

Grey Zone Operation sengaja dirancang oleh China supaya kehadiran mereka di wilayah klaim tetap konsisten namun minim gesekan militer.

"Operasi zona abu-abu dirancang untuk menghindari eskalasi militer.

Ini membutuhkan operasi yang harus dikontrol dengan ketat di tingkat taktis oleh para pemimpin senior.

Baca Juga: Austria vs Prancis: Prancis Tempati Duduki Dasar Klasemen, Taktik Didier Deschamps Dipertanyakan

Kegiatan zona abu-abu, pada dasarnya, adalah brinkmanship yang dilakukan dengan hati-hati," ungkap rusi.org pada 11 Agustus 2022.

Operasi ini memang bakal aman digunakan oleh China di masa damai.

Tapi bila keadaan berubah jadi konflik bersenjata, kapal perang China lah yang akan maju.

"Operasi zona abu-abu hanya sesuai untuk masa damai yang tangguh yang mampu menyerap gesekan konflik bersenjata.

Namun Jika perdamaian lemah dengan semua pihak bersikap dan siap berperang, operasi zona abu-abu akan terlalu berisiko untuk dilakukan," jelasnya.

Ketika konflik militer meletus, yang bahaya ialah posisi Indonesia.

Indonesia memang tak akan mau terlibat perang dimana China dan AS lah yang akan saling bertumbuk.

Baca Juga: Tagar Terima Kasih Greysia Polii Jadi Kado Istimewa Untuk Perpisahan Pemenang Olimpiade 2020

Tapi bila perang terjadi di dekat Natuna Utara, yang ada malah Indonesia kena getahnya.

China akan sekuat mungkin merebut salah satu pulau di Natuna yang berjumlah 154 buah.

Satu pulau saja jatuh maka seluruh wilayah Indonesia terancam diserang China.

"Wilayah maritim di sekitar Kepulauan Natuna juga termasuk lokasi-lokasi kunci pertahanan yang strategis, menjadikannya semakin penting dari sudut pandang Indonesia.

Jika Cina menguasai pulau-pulau ini atau wilayah di sekitarnya, itu akan merusak posisi keamanan Indonesia dengan memberi pasukan Cina tempat yang dekat untuk melancarkan serangan terhadap Indonesia.

Kedekatan pulau-pulau dengan Indonesia menghadirkan risiko keamanan yang signifikan untuk pertahanan negara Indonesia dan memungkinkan militer untuk memantau jalur perdagangan melalui wilayah tersebut.

Jauh sebelum rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, Amerika Serikat telah mengingatkan Indonesia soal ancaman pesawat pembom China," jelas ranenetwork.com.

Baca Juga: Gempa Bumi Dengan Kekuatan 5,2 Magnitudo Terjang Trenggalek, Begini Penjelasan BMKG

Jet tempur China juga mampu melakukan serangan ke ibu kota baru Indonesia di Kalimantan Timur.

"Pesawat tempur J-11 China dapat menjangkau hingga Singapura, Balikpapan (yang juga merupakan wilayah Kalimantan Timur), dan Laut Jawa, serta ke timur Filipina.

Vietnam Selatan dan Malaysia akan berada dalam jangkauan kekuatan udara China," kata ranenetwork.com.

China sendiri berusaha merebut Natuna Utara karena dijadikan jalan bagi BRI yang sudah dijelaskan di atas.

Nantinya BRI akan melewati Natuna Utara menuju ke selatan sampai ke Jakarta.

Kemudian akan ke barat melalui seluruh selat Malaka hingga ujung Aceh untuk menuju pelabuhan Payra di Myanmar atau langsung ke Hambantota, Sri Lanka yang sudah dikendalikan oleh China.

Dalam peta BRI yang diterbitkan oleh merics.org, China berencana membangun satu pelabuhan di selat Malaka yang sudah ditandai dengan gambar kotak warna biru muda.

"Indonesia mungkin perlu menempuh berbagai cara untuk menghadapi China di Laut China Selatan.

Salah satunya adalah untuk menyadari bahwa sementara Indonesia membutuhkan China secara ekonomi, China juga membutuhkan Indonesia.

Jika kita melihat peta resmi BRI , misalnya, Indonesia sangat penting karena merupakan salah satu titik fokus di sepanjang rute maritim dari inisiatif tersebut," lapor The Conversation.

Di sinilah kartu as Indonesia ada yakni selat Malaka.

Indonesia bisa membuat China lumpuh seketika karena selat Malaka merupakan jalur impor minyak mentah ke China.

Baca Juga: Greysia Polii Resmi Gantung Raket, Apriyani Rahayu Kenang Partnernya dan Curahkan Air Mata

Jika selat Malaka diblokir oleh Indonesia maka hampir 80 persen industri dan alutsista China tak bakal bisa beroperasi.

Yang bisa beroperasi cuma kapal selam bertenaga nuklir mereka, lainnya macam kapal perang fregat dll zonk.

"Itu termasuk Selat Malaka, yang dilalui sebanyak 80% dari impor minyak mentah China.

Analis telah mencatat pengiriman tersebut dapat dengan mudah diblokir oleh AS atau sekutunya jika terjadi konflik, kerentanan strategis yang sering disebut sebagai 'dilema Malaka' China," lapor Asia Times, 20 April 2022.

Indonesia bisa mengamankan Natuna Utara dengan hal ini supaya China tak macam-macam.*** (Beryl Santoso/Zona Jakarta.com)

Editor: Laode Sarifin

Sumber: Zona Jakarta

Tags

Terkini

Terpopuler