Bagian I : Kenapa Investasi Kawasan Industri Baru IWIP Gagal Sejahterakan Masyarakat?

16 Oktober 2021, 19:20 WIB
PT IWIP: Lowongan Kerja Bulan Agustus 2021 /Facebook PT IWIP/

SUARA HALMAHERA- Penyingkiran Petani, Masyarakat Asli-Adat dan Penghancuran Ekologi.

Berbicara mengenai investasi tentu terkait dengan menanam modal untuk mendapatkan untu. Dalam konteks Kenegaraan, investasi menjadi bagian terpenting untuk mendongkrak kesejahteraan rakyat. Lewat perjanjian Multilateral –Bilateral berbagai investasi disepakati oleh Negara dengan lembaga-lembaga keuangan dunia maupun pengusaha-pengusaha internasional-nasional. Lalu benarkah investasi membawa keuntungan serta kesejahteraan? Mari kita tengok  daerah yang kaya raya akan sumber daya alam berikut ini.

Kabupaten Halmahera Tengah beribu kota di Weda, merupakan sebuah wilayah kaya raya sumber-sumber produksi seperti tambang. Kini wilayah Halmahera Tengah telah menjadi Kawasan Industri Baru, tepatnya di Kecamatan Weda Tengah.

Ada  investasi tambang Nickel yang diperkirakan terbesar kedua se Asia. Orang-orang Halmahera Tengah menyebutnya Kawasan Industri PT.IWIP ( Indonesia Weda Bay Industrial Park). Sebelum menjadi Kawasan Industri Baru PT.IWIP wilayah tersebut dikuasai oleh PT. Weda Bay Nickel.

Kawasan Industri Baru tersebut telah menguasai ribuan hektar tanah di Kecamatan Weda Tengah, tahun ini (2021) diperkirakan akan meluaskan kawasan ke Kecamatan Weda Utara –Weda Timur hingga Patani Barat. Bahkan Kawasan Industri Baru sudah menyerap pekerja hampir puluhan ribu.Sungguh luar biasa kan? Mari kita tengok lagi apakah Kawasan Industri Baru juga telah memberikan kontribusi untuk masyarakat Halmahera Tengah?

Baca Juga: Masjid Afghanistan di Bom Lagi-lagi Rakyat Jadi Korban

Semenjak mendapatkan izin melakukan kegiatan   berdasarkan  Keputusan Presiden Republik Indonesia No.B.53/PRES/1/1998 tanggal 19 Januari 1998.  PT. Weda Bay Nickel sebaga pemegang awal saham, telah menyingkirkan mayaraka asli/adat yang ada di Kecamatan Weda Tengah. Lewat berbagai skema, tanah-tanah masyarakat kemudian di ambil dengan cara membeli dengan harga murah ataupun memaksa masyarakat untuk menyerahkan tanah mereka.

Tentu setelah berubah menjadi Kawasan Industri Baru PT.IWIP tanah-tanah masyarakat lebih banyak lagi yang dikuasai oleh perusahaan. Seperti penulis temukan saaat wawancara dengan masyarakat lingkar tambang, 12 Juli 2021.

“Untuk masyarakat sawai dari batas desa gamaf sampai woebulen itu sudah 99% sudah dibebaskan oleh perusahaan. Hanya tersisah beberapa tempat yang belum dijual seperti yang torang liat masih hijau itu belum dijual tinggal 1%.” Yulius Burnama.

Begitupun disampaikan oleh masyarakat lingkar tambang yang lain dalam wawancara, 14 Juli 2021.

“ Kalau warga desa gamaf 100% warga sudah menjual lahannya pada perusahaan” Max Sigoro.

Lalu apa  yang mendasari kenapa masayarakat dengan mudah melepaskan lahan kepada perusahaan, atau mengapa perusahaan dengan mudah mengambil lahan masyarakat?

Baca Juga: Cara Berpakaian Duta STQN Tidak Salah Yang Salah Adalah Otak Para Netizen

Jika dianalisa secara mendalam, akibat dari tidak terjaminnya pertanian dan perkebunan untuk kesejahteraan. Karena pemerintah tidak mendorong penyediaan teknologi, modal, pendidikan-pendidikan untuk kemajuan pertanian dan perkebunan serta kosongnya peraturan daerah untuk pengaturan harga sekaligus penyediaan pasar.

Pemerintah lebih suka instan menerima investasi pertambangan dari pada mengembangkan pertanian dan perkebunan. Konsekwensi dari model pembangunan saat ini, perusahaan semakin mudah mengambil lahan masyarakat atas izin pemerintah melalui berbagai kebijakan undang-undang maupun aturan-aturan lain.

Ketika petani dan masyarakat adat telah disingkirkan dari ruang hidup mereka, kondisi ekologi-alam pun tak luput dari kerusakan serta pencemaran. Sungai-sungai telah dialihfungsikan, hutan-hutan habis dibabat, air, lautan telah terkontaminasi dengan berbagai limbah mercuri, tailing dan batubara.

Hal ini juga disampaikan oleh masyarakat lingkar tambang ketika penulis temui. 14 Juli 2021.

“ Karena kondisi lautan saat ini sudah parah, ketika memancing sudah tidak bisa lagi apalagi yang dekat perusahaan sudah dilarang. Selain itu pengaruh kapal-kapal yang besar juga sudah membuat kami kesulitan. Bahkan untuk mecari ikan saja jaraknya sudah sangat jauh. Setelah ada perusahaan laut tercemari oleh limbah perusahaan seperti limbah PLTU. Kalau pagi hari kami berangkat utnuk memancing dari lautan kampung sudah tidak terlihat karena tertutup asap pabrik. Bahkan sumur-sumur warga yang tidak ditutup maka akan ada abu hitam” Max Sigoro.

Kemudian juga disampaikan oleh masyarakat lingkar tambang ketika penulis temui ditempat lain .

“ Ada sumber mata air di areal perusahaan seperti sungai go,mei, akejira dan sungai kobe. Sumber air tersebut sebelum ada perusahaan di komsumsi oleh warga. Ketika ada perusahaan sudahtidak bisalagi dikomsumsi akibat sudah tercemar” Ramli.

Kondisi demikian merupakan bentuk kongkrit dari investasi tambang yang digembar-gemborkan oleh elit politik-bisinis membawa kesejahteraan bagi rakyat, kenyataannya justru semakin memperburuk masyarakat dari sisi ekonomi, kebudayaan serta ekologis.

Baca Juga: Ibu Kota Negara Baru Masalah Lama

Kenyataan di Halmahera Tengah merupakan bentuk dari akumulasi primitif, perampokan dan perampasan dilakukan investasi tambang melalui dukungan pemerintah maupun aparat kemanan.

“Tujuan dari akumulasi primitif tak lain adalah memisahkan produsen indpendennya, terutama para petani, dari alat produksi mereka (Tanah) melalui perampasan dan mengingkari hak-hak petani (Termasuk Hak-hak Adat) atas tanah, sehingga kapitalis dapat memonopoli alat produksi. Dengan merampas alat produksi para petani, nelayan, atau produsen bersekala kecil, maka tenaga kerja mereka menjadi terbuka untuk dijual kepada klas kapitalis dalam proses akumuluasi  capital. Mereka kemungkinan terintegrasi sebagai tenaga kerja murah, setelah kehilangan alat produksi. Dengan demikian akumulasi primitif merupakan proses historis pembentukan klas proletariat.” Karl Marx.

Setelah disnigkirkan dari ruang hidup, ekologi di cemari-hancur, masyarakat Halmahera Tengah dipaksa untuk menjadi buruh (proletariat) Kawasan Industri Baru PT.IWIP. Masyarakat lain yang tidak mau bekerja sebagai buruh di PT.IWIP,  ada yang menjadi lumpen proletariat ataupun membuka usaha-usaha kecil dari uang hasil menjual tanah. Lantas bagaimana kondisi mereka setelah bertransformasi menjadi proletariat? ***

 

 

Editor: Ali Akbar Muhammad

Tags

Terkini

Terpopuler