DPD GPM: Kejaksaan Tinggi Maluku Utara Tidak Bernyali Menangkap Aktor Koruptor

31 Mei 2021, 18:45 WIB
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) melakukan aksi di depan kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara. /SUARA HALMAHERA/

SUARA HALMAHERA - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) di Ternate baru-baru ini mendesak Polda dan Kejaksaan Maluku Utara untuk segera menyikapi masalah dugaan korupsi dibeberapa instansi.

Aksi yang dilakukan DPD GPM Malut berlangsung di depan kantor Kejaksaan Tinggi.

Gelar aksi tersebut bukanlah kali pertama dilakukan oleh organisasi berlambang banteng itu.

Terkait dengan duga korupsi yang diadukan berulangkali, DPD GPM Malut mengaku sudah berkoordinasi dengan DPP GPM di Jakarta untuk mengadukan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara kepada Kejaksaan Agung.

DPD GPM Malut menilai Kejaksaan Tinggi tidak becus dalam mengawal kejahatan korupsi yang sudah diadukan berulangkali oleh GPM dan LSM.

"Momentum hari Pancasila pada kesempatan ini, kami menyuarakan mosi kedakpercayaan terhadap Kejaksaan Tinggi Malut yang menangani kasus korupsi itu sendiri, karena kasus korupsi merupakan pelanggaran hak-hak ekonomi maupun sosial. Bahkan sudah mengkhianati Negara Kesatuan ini," tegas Sartono Halek, Senin 31 Mei 2021.

Sedang banyak sekali dugaan dan indikasi terjadi praktek tindak pidana korupsi di Maluku Utara, misalnya alokasi atas anggaran penanganan Covid-19, namun hal itu tidak ikut dipertanggungjawabkan dalam LKPJ Gubernur dalam sidang paripurna DPRD Provinsi Malut.

Padahal nilainya, menurut GPM, angkanya sangat fantastis yang senilai ratusan milyar.

Ada masalah pengelolahan anggaran honorer Satgas Kelurahan yang tidak dibayar secara maksimal, juga dugaan indikasi paket proyek pembangunan talud penahan tanah di Kelurahan Loto tahun anggaran 2020 yang sudah ambruk saat ini, pembangunan pasar baru di desa Tuakona Kabupaten Halmahera Selatan yang diduga dan indikasi atas anggaran, serta pengadaan ternak fiktif ayam sebanyak 2000 ekor dan kambing 150 ekor tahun anggaran 2019 melalui APBD Dinas Pertanian Maluku Utara, dan serta sejumlah paket pekerjaaan pembangunan milik Balai Wilayah Sungai (BWS) yang diduga kuat tengah bermasalah.

"Sangat aneh, anggaran yang dikucurkan begitu besar terhadap bencara non alam atau Covid-19 pada 2020 tetapi ada tindak pidana kasus korupsi yang dilakukan, hal ini bisa dilihat dari tidak adanya laporan pertanggungjawaban dari Gubernur," ungkap Koordinator Aksi, Juslan J. HI Latif.

"Ini perluh didalami oleh Kejaksaan Tinggi sebagai lembaga supremasi hukum. Karena kenapa? Kejaksaan Tinggi Maluku Utara hingga saat ini belum pernah menetapkan satu kepala daerah aktif sebagai tersangka kejahatan kasus korupsi," jelas Bung Lan sapaan akrabnya.

Lan mengutarakan, bahwa sampai saat ini tidak ada penyelesaian laporan pelanggaran kasus korupsi yang dilaporkan Mahasiswa, Pemuda LSM dan pers.

"Tidak ada langka penyelesaian yang dilakukan," cetusnya.

Disebutkan dalam undang-undang tindak pidana korupsi nomor 20 tahun 2001 atas perubahan UU nomor 31 tahun 1999. Kejaksaan Tinggi memiliki kewenangan penuh untuk kepentingan pemeriksaan aktor-aktor korupsi di Maluku Utara.

GPM kemudian meminta komitmen dan konsistensi atas pemberantasan kasus korupsi yang terjadi.

Karena menurut GPM hal itu tidak menjadi rahasia umum lagi, lantaran tidak ada progres atau prestasi apapun dibidang pencegahan pemberantasan korupsi.

"Ini artinya, kesimpulan kami kegagalan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dalam rangka untuk memberantas kasus korupsi sekaligus tidak memiliki nyali," papar Bung Ai.***

Editor: Firmansyah Usman

Tags

Terkini

Terpopuler