Konflik Rusia dan Ukraina Semakin Mengarah Pada Situasi Perang Dunia ke-III

- 16 Maret 2022, 12:43 WIB
Efek Pemboman Nuklir Rusia dan Ukraina, Nomor Empat Paling Berbahaya
Efek Pemboman Nuklir Rusia dan Ukraina, Nomor Empat Paling Berbahaya /REUTERS/@AYBURLACHENKO/

SUARA HALMAHERA - Perkembangan peperangan antara Rusia dan Ukraina terus berlanjut hingga saat ini, dan ketika negara-negara blok barat (NATO) ikut terlibat makan perang akan semakin meluas.

Pasukan militer Ukraina mulai lakukan aksi serangan yang betul-betul memucak dan Rusia kini telah kehilangan 80 pesawat tempur dan ribuan peralatan perang lainnya.

Konflik kedua negara tersebut sudah memasuki hari ke 21, Namum sejauh ini dengan upaya negosiasi belum mendapatkan titik terang perdamaian antar Rusia dan Ukraina.

Baca Juga: China Akan Mendukung Rusia Dalam Bidang Ekonomi dan Keuangan, Bagaimana Respon Amerika Serikat?

Jika konflik semakin meningkat hingga memaksakan harus perang nuklir, maka dipastikan berpotensi terjadinya perang dunia ketiga. Seperti apa yang diungkapkan oleh mantan perdana menteri Belgia, El Pais.

"Rusia adalah kekuatan nuklir dan kami sangat menyadari bahwa jika konflik ini berubah menjadi (konflik) NATO dan Rusia, kami akan bergulir ke Perang Dunia Ketiga," Ungkap mantan perdana menteri Belgia, El Pais, dilansir dari PikiranRakyat.com, Rabu 16 Maret 2022.

Tulisan ini disadur dari Pikiran Rakyat Depok pada Artikel Berjudul: Uni Eropa: Jika NATO Ikut Campur Konflik Rusia-Ukraina, Kami Bergulir ke Perang Dunia III.

Baca Juga: Hotman Paris Mengaku Kenal Doni Salmanan Usai Kasus Skandalnya Terungkap

Dia juga mendesak agar Eropa fokus pada isu-isu genting yang seperti isu kemanusiaan di daerah-daerah yang terkena dampak operasi militer, status pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina, dan negosiasi damai antara Moskow dan Kiev.

"Kita perlu berbicara dengan siapa pun yang ada di Kremlin hari ini. Karena demokrasi harus berbicara dengan negara-negara bahkan jika mereka dianggap tidak demokratis," kata Michael.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Eropa tidak boleh absen sebagai peran mediator dalam konflik dan mengalihdayakan peran tersebut ke kekuatan luar, baik itu Amerika Serikat atau China.

Baca Juga: Alasan Kesehatan, 6 Gubernur Tidak Ikut Prosesi Kendi Nusantara

Michael mencatat bahwa perjanjian asosiasi yang diteken Ukraina dan Uni Eropa pada 2014 memiliki potensi besar untuk dikesampingkan.

Terlihat dari apa yang kini terjadi di Ukraina. Moskow menyerang tetangganya pada akhir Februari, menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Ukraina untuk menerapkan ketentuan perjanjian Minsk, dan akhirnya pengakuan Rusia atas republik Donbass di Donetsk dan Luhansk.

Protokol yang ditengahi Jerman dan Prancis dirancang untuk mengatur status wilayah di dalam negara Ukraina.

Baca Juga: Heboh, Grace Tahir Sindir Indra Kenz: Lu Kalau Kerja Keras dan Lu Kaya Gue Crazy Rich Glodok

Rusia kini menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO.

Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa.*** (Ikbal Tawakal/Pikiran Rakyat).

Editor: Risman Lutfi

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah