Hutan Patani Barat Dijarah PT Putra Putri Atamri, Benarkah?

- 2 Desember 2020, 08:26 WIB
ILUSTRASI Perusahaan Korea Selatan membakar lahan perkebunan kelapa sawit di Papua: Perusahaan Korindo diduga telah sengaja membakar hutan Papua setelah kasus ini diteliti oleh Greenpeace dan Forensic Architecture./ Twitter/ @andreasharsono
ILUSTRASI Perusahaan Korea Selatan membakar lahan perkebunan kelapa sawit di Papua: Perusahaan Korindo diduga telah sengaja membakar hutan Papua setelah kasus ini diteliti oleh Greenpeace dan Forensic Architecture./ Twitter/ @andreasharsono /

"Kalau benar kelompok tani itu bermitra dengan PT. Putra-Putri Atamari, artinya izin itu dibuat atas nama kelompok tani. Dan jika nantinya perusahaan itu hanya akan mengambil kayu di lahan milik kelompok tani saja, ini sangat tidak masuk akal. Sebab perusahaan jika mau bermitra dengan kelompok tani itu harus dihitung banyaknya kayu di lahan tersebut atau tidak untuk layak produksi. Sementara berapa si jumlah kayu yg ada di dalam lahan milik kelompok?" Ungkap Irsan Raden.

"dalam hitungan perencanaan, perusahaan kayu LOG jika mau beroperasi di suatu wilayah minimal mencapai 3 kali pemuatan dengan kapasitas per 1 kapal tongkang 3000 - 6000 kubik. Jika dalam hitungan perkayuan kita ambil rata-ratanya madalen 60 dengan rata-rata panjang 16 M. Itu per satu pohonnya hanya 4 kubik." Terang irsan.

"Artinya, kelompok tani harus memiliki pohon kayu sebanyak 1000 pcs atau sampai 1200 pcs agar bisa memenuhi syarat pemuatan yakni 3000 kubik. Dilihat dari fakta ini saya tidak yakin jika kelompok tani memiliki kayu sebanyak itu. Maka sudah tentu pasti ada upaya tebang sana tebang sini, juga tarik sana, tarik sini, ambil yang bukan milik kelompok tani"

Sambung Irsan, yang lebih disayangkan statmen yang dilontarkan ketua kelompok tani terkait para penebang kayu (operator sensor) yang menebang kayu hingga ratusan kubik tak memberikan apa-apa ke desa, dan lebih mementingkan perusahaan kayu yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan bisa memberi Fee untuk desa.

"Bahwa selama ini operator sensor yang menebang hingga dua ratusan kubik dianggap tidak memberikan apa-apa ke desa. Pernyataan ketua lelompok ini sangat tidak merepresentasikan latar belakang pendidikanya. Perlu diingat para operator sensor itu adalah penduduk asli setempat yang setiap tahunnya membayar pajak, salah satunya yakni pajak bumi dan bangunan. Dari pajak inilah yg digunakan untuk membangun daerah. Artinya secara tidak langsung mereka punya partisipasi secara nyata dalam membangun daerah, tutupnya tegas."***

Halaman:

Editor: Firmansyah Usman


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah