PT IWIP Jadi Sorotan, Hasil Studi Mengungkapkan Bahwa Kematian Buruh Diakibatkan Jam Kerja Yang Berlebihan

19 September 2021, 14:21 WIB
PT IWIP Jadi Sorotan, Hasil Studi Mengungkapkan Bahwa Kematian Buruh atau Pekerja Diakibatkan Jam Kerja Yang Berlebihan /Suara Halmahera/

SUARA HALMAHERA - Belum lama ini PT IWIP menjadi sorotan berbagai pihak mulai dari aktivis buruh hingga anggota DPRD.

Pasalnya, PT IWIP yang baru tiga tahun beroperasi sebagai perusahaan tambang nikel terbesar di dunia itu mengalami banyak masalah kecelakaan kerja hingga kematian Buruh atau Pekerja.

Anggota DPRD Halmahera Tengah (Halteng), Munadi Kilkoda mengatakan bahwa PT IWIP memiliki rekor buruk dari seluruh investasi di Maluku Utara.

"Soal Keselamatan Kerja, PT IWIP punya rekor buruk dari seluruh investasi di Maluku Utara. Organisasi buruh seharusnya melakukan investasi kasus-kasus yang terjadi dan melaporkan ke lembaga internasional yang menangani perburuan (ILO) sehingga ada punishment kepada IWIP. Kementerian atau Dinas tenaga kerja juga demikian, ambil tindakan tegas, UU sudah memberi kewenangan, tinggal butuh keberanian saja," kata Munadi Kilkoda kepada Suara Halmahera pada 26 Agustus 2021 lalu.

Tak hanya Munadi Kilkoda selaku anggota DPRD Halmahera Tengah (Halteng) yang angkat bicara mengenai hal itu.

Ketua Wilayah FBTPI KPBI Maluku Utara, Aslan Sarifudin juga menyampaikan menyoroti PT IWIP terkait kecelakaan kerja yang terus terjadi.

Aslan mengungkapkan dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Buruh Transportasi Indonesia dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (DPW FBTPI-KPBI) Maluku Utara, setidaknya telah menemukan angka kecelakaan buruh atau pekerja tambang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Ia pun me membeberkan data kecelakaan kerja di perusahaan tambang yang dialami buruh atau pekerja.

"Data kecelakaan kerja di tambang untuk tahun 2019 terdapat 114.000 kasus kecelakaan, sementara di tahun 2020 meningkat menjadi 177.000 kasus kecelakaan dari bulan Januari-Oktober. Data ini sesuai catatan yang direkam oleh BPJS Ketenagakerjaan,” kata Ketua DPW FBTPI Malut, Aslan Sarifudin, pada Rabu 01 September 2021 lalu.

Sedang PT IWIP Halmahera Tengah, menurutnya berdasarkan data yang terkaver lewat BPJS ketenagakerjaan, bahwa kecelakaan kerja telah mencapai angka puluhan yang berakhir pada kematian.

“Dan dari PT IWIP sendiri mulai dari tahun 2018 hingga 2021 tercatat 10 kali kecelakaan kerja yang berakhir kematian,” paparnya.

Pernyataan Munadi Kilkoda dan Aslan Sarifudin di atas senada dengan hasil studi yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO).

Hasil studi yang diungkapkan WHO dan ILO tersebut bahwa penyebab semua itu ada pada waktu atau jam kerja yang berlebihan di perusahaan sehingga menyebabkan kematian terbesar di dunia.

Adapun penelitian yang dilakukan dua Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) secara tegas memperkirakan hampir dua juta orang per tahun meninggal karena penyakit dan cedera terkait pekerjaan.

"Lebih dari 80% kematian terkait pekerjaan disebabkan oleh penyakit tidak menular, secara khusus adalah penyakit kardiovaskular dan pernapasan, yang diperburuk oleh faktor-faktor di tempat kerja," ungkap Sekjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dikutip dari PMJ NEWS, Minggu 19 September 2021.

Tedros mengatakan bahwa jam kerja yang panjang adalah satu-satunya pekerjaan yang paling mematikan. 

Dia pun menyebutkan bahwa jam kerja yang panjang menjadi faktor risiko utama yang tercatat menyebabkan 750.000 kematian setiap tahunnya di seluruh dunia.

WHO dan ILO melakukan studi ini jelas mempertimbangkan 19 faktor risiko pekerjaan, yang disebutkan termasuk paparan jam kerja yang panjang.

Kemudian adanya papar polusi udara di tempat kerja menurut WHO dan ILO, serta karsinogen dan kebisingan.

Hasil studi dua lembaga dunia itu juga menyebutkan bahwa sekitar 80 persen disebabkan oleh penyakit tidak menular karena kerja yang tinggi.

Sedang 20 persennya disebabkan oleh adanya kecelakaan kerja di lokasi perusahaan atau tambang.

Perlu diketahui bahwa hasil studi ini tidak memasukkan data tentang dampak kematian terkait pekerjaan akibat infeksi Covid-19, yang disebutkan banyak pekerja dari berbagai sektor memiliki risiko, namun tetap harus melakukan aktivitas pekerjaan mereka.***

Editor: Firmansyah Usman

Tags

Terkini

Terpopuler