Gara-Gara Klaim Laut Natuna Utara, Kini China Harus Berhadapan Dengan Rusia dan Bagaimana Posisi Indonesia?

27 Maret 2022, 12:59 WIB
Ilustrasi wilayah Laut Natuna Utara. Ptobowo siagakan kapal perang di Natuna pasca China klaim wilayah Natuna Utara miliknya /Zona Priangan.com/Pixabay/Defence-Imagery

SUARA HALMAHERA – Pemerintah dari China dalam beberapa hari yang lalu sempat membuat geger dunia Internasional dan Indonesia khususnya.

Pasalnya China mengirim surat untuk pelarangan pada Indonesia untuk melakukan pengeboran minyak dan gas di Laut China Selatan (LCS).

Dilansir dari Zona Jakarta.com, bahwa dalam artikel yang berjudull “China Suruh Indonesia Hentikan Cari Gali Minyak, Gas di Laut China Selatan” yang diterbitkan pada 1 Desember 2021 lalu.

Disitu dijelaskan bahwa China telah meminta kepada pemerintah Indonesia untuk menghentikan kegiatan eksplorasi minyak dan gas di perairan di Laut China Selatan yang diklaim milik mereka.

Langkah China tersebut yang kemudian diketahui oleh pihak tertentu mengungkapkannya kepada kantor berita internasional, Reuters.

Pihak tersebut mengatakan bahwa tindakan dari China adalah pertama kalinya dilakukan dan semakin meningkatkan ketegangan diplomatik antara Indonesia dan China terkait masalah Laut China Selatan

Artikel yang sama pernah terbit dengan judul: China Bak Gali Kuburan Sendiri, Larang Indonesia Ngebor Minyak di LCS, Rusia Rupanya Pemilik Ladang Minyak Ini

Sebuah surat dari seorang diplomat China kepada seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Indonesia ingin Jakarta menghentikan eksplorasi minyak dan gas karena terjadi di perairan "milik Beijing", menurut Muhamad Farhan, anggota komite keamanan di parlemen negara itu.

"Tanggapan kami atas surat (dari China) jelas dan tegas bahwa kami tidak menghentikan kegiatan eksplorasi migas karena itu adalah hak dan kedaulatan kami," katanya kepada Reuters.

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan segala bentuk komunikasi diplomatik antara kedua negara bersifat rahasia dan isinya tidak dapat dibagikan.

Kedutaan Besar China di Jakarta juga menolak mengomentari tuduhan tersebut.

Tiga orang lainnya yang mendapat pengarahan keamanan membenarkan adanya surat dari diplomat China yang meminta Jakarta menghentikan kegiatan eksplorasinya di perairan Laut Natuna.

Baca Juga: Media Asing Yakni The Economist Beri Peringatan Kepada Presiden Jokowi yang Bisa Jatuh Akibat Kemarahan Rakyat

Selama beberapa bulan terakhir, kapal penjaga pantai China dan kapal penelitian mereka telah mengganggu kegiatan eksplorasi minyak dan gas yang dilakukan oleh platform "Clyde Boudreaux" Noble di Laut Natuna.

Indonesia juga mengirimkan kapal perang dan penjaga pantai untuk memantau keberadaan kapal-kapal China.

Dalam surat tersebut, diplomat China berulang kali meminta Indonesia menghentikan eksplorasi minyak.

Perairan ini jelas berada di dalam perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Namun, China mengklaim bahwa perairan tersebut termasuk dalam perairannya di bawah peta "Sembilan Garis Lepas" yang tidak diakui oleh masyarakat internasional.

Menurut Farhan, surat dari diplomat China tersebut merupakan ancaman karena baru pertama kali Beijing mencoba memaksakan agenda Nine Dash Line terhadap hak-hak Indonesia di bawah United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Menurut Farhan, pemerintah Indonesia tetap bungkam dengan adanya surat tersebut karena tidak menginginkan ketegangan diplomatik dengan China yang merupakan mitra dagang terbesar negara Asia Tenggara itu.

Baca Juga: Konflik Rusia-Ukraina Semakin Meluas, Apakah Akan Terjadi Perang Nuklir?

China juga merupakan investor terbesar kedua di Indonesia.

Selain itu, Farhan juga mengatakan diplomat China keberatan dengan latihan militer antara Indonesia dan Amerika Serikat yang disebut "Garuda Shield" yang melibatkan total 4.500 personel militer dari kedua negara pada Agustus lalu.

Dalam surat itu, diplomat China menyatakan keprihatinan bahwa pelatihan kedua negara akan mempengaruhi stabilitas di kawasan itu.

Pantas saja Tiongkok berani melarang Indonesia melakukan pengeboran minyak dan gas di Laut China Selatan.

Tiongkok disebut memiliki niatan busuk untuk menguasai ASEAN dibalik penguasaan Laut China Selatan yang hingga kini terus dihalang-halangi Amerika Serikat.

Masih dilansir dari Zonajakarta.com dari The Drive, Selain hak penangkapan ikan, perairan Laut China Selata juga mencakup ladang gas alam terbesar di Indonesia yang belum dimanfaatkan.

"Ladang gas East Natuna, sumber daya strategis utama," tulis The Drive, dalam artikelnya terbitan 4 Desember 2020.

Namun langkah China yang berani melarang Indonesia mengeksplorasi LCS bak menggali kuburannya sendiri.

Pasalnya, Masih dari Zonajakarta.com dari The News Lens, kantor berita berbahasa mandarin itu pada 7 Desember 2021 menguak fakta mencengangkan perihal larangan China terhadap Indonesia tersebut.

"Beijing menuduh Indonesia mengebor sumur eksplorasi di blok ladang minyak dan gas di dalam perbatasan China.

Raksasa energi milik negara Rusia kebetulan adalah pemilik ladang minyak dan gas ini.

Sebelum Indonesia, Rusia juga membantu Vietnam melakukan eksplorasi minyak dan gas di Laut Cina Selatan.

Baca Juga: Presiden Amerika Serikat, Joe Biden Ngotot Beri Sanksi ke Vladimir Putin

Beberapa dari ladang minyak dan gas ini juga terletak di dalam apa yang disebut 'sembilan garis putus-putus' yang ditarik oleh China, yang menyebabkan ketidakpuasan China," tulis The News Lens.

"Reuters melaporkan bahwa di BLOK TUNA di Laut Natuna Utara (THE North NATUNA SEA), bagian paling selatan Laut Cina Selatan, Indonesia melakukan pemboran dua lapangan migas untuk evaluasi pada akhir Juni tahun ini (2021).

Eksplorasi dengan baik. Operasi pengeboran berlanjut hingga akhir pertengahan hingga akhir November.

Langkah Indonesia menuai ketidakpuasan dan protes dari China.

China telah menuntut agar Indonesia menghentikan operasi pengeboran di wilayah yang diklaimnya berada dalam apa yang disebut sembilan garis putus-putus yang ditarik oleh China dan merupakan wilayah China.

Namun tanggapan Indonesia adalah bahwa pengeboran tidak akan pernah berhenti karena itu adalah hak kedaulatan Indonesia.

Beberapa kapal dari kedua belah pihak telah berhadapan di perairan blok tuna selama beberapa bulan.

Raksasa energi milik negara Rusia ZARUBEZHNEFT memiliki setengah dari blok tuna.

Media Rusia melaporkan bahwa pengeboran dua sumur eksplorasi di blok tuna dibiayai oleh perusahaan minyak luar negeri.

Saham di blok tuna dulunya dimiliki sepenuhnya oleh PREMIER OIL di Inggris," lanjut media berbahasa mandarin tersebut.*** (Zulaika Rizkia/Zona Jakarta.com)

Editor: Laode Sarifin

Sumber: Zona Jakarta

Tags

Terkini

Terpopuler